PAI di Sekolah (2) - Landasan PAI di sekolah
1. Aspek Historis
Munculnya pendidikan agama
Islam sebagai bidang studi di lembaga pendidikan umum sebagai ekses dan
lanjutan dari sistem pendidikan umum yang dilakukan oleh VOC tahun 1907 yang
menjajah bangsa Indonesia setelah Portugis. Tujuan didirikannya sekolah umum ini oleh VOC tidak terlepas dari
semangat keberagamaan orang-orang Belanda yang beragama Protestan dengan
menyebarkan agama Protestan untuk melenyapkan agama Katolik yang telah disebarkan
oleh Portugis di daerah jajahannya di sekitar kepulauan Maluku.
Pada perkembangan
selanjutnya, setelah VOC mengembalikan daerah jajahannya pemerintah, pemerintahan Hidia Belanda pada
tahun 1816, kemudian sesudah tahun 1907 dalam bidang pendidikan agama
pemerintahan Hindia Belanda mempunyai sikap netral terhadap pendidikan agama di
sekolah umum. Hal ini dinyatakan pada pasal 179 (2) I.S (Indische
Staatsregeling) dan dalam beberapa ordonansi, dengan menghormati keyakinan
agama masing-masing, pengajaran agama hanya boleh diajarkan di luar jam
sekolah.
Mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam dimasukkan ke dalam lembaga pendidikan pertama kali dilakukan oleh
Muahammadiyah, sebagai reaksi terhadap sekolah-sekolah umum sekuler yang
didirikan oleh Belanda yang memasukan mata pelajaran Agama Kristen, menurut
persepsi Muhammadiyah hal ini dapat mengancam
kehidupan beragama umat Islam karena menjauhkan umat Islam dari ajaran
agamanya bagi yang mengikuti pendidikan di lembaga pendidikan Belanda. Maka
Muhammadiyah mendirikan sekolah sejenis dengan mengadopsi kurikulum pendidikan
Belanda dan menambahkan mata pelajaran Agama Islam ke dalam kurikulumnya,
sebagai mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.
Dalam konteks ini
Muhammadiyah telah mempelopori upaya untuk menghilangkan dikotomi pendidikan
agama dengan pendidikan umum. Setelah enam dasawarsa yakni seusia republik ini,
perdebatan dikotomi pendidikan Agama Islam dengan pendidikan umum belum
kunjungan selesai dan tak akan selesai. Upaya yang dilakukan para birokrat,
praktisi dan pakar pendidikan tidak akan pernah berhenti.
Setelah Indonesia merdeka,
pemerintah Indonesia tidak serta merta menerapkan cara yang telah dilaksakan
oleh Muhammadiyah pada lembaga pendidikan umumnya, yaitu memasukan mata
pelajaran pendidikan agama Islam ke dalam keurikulum lembaga pendidikan umum
yang dikelola oleh pemerintah, akan tetapi baru kemudian pada tahun 1950 M
untuk memperkuat saran dari Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP), telah
disahkan UU No. Tahun 1950 jo No. 12
Tahun 1954 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah, yang
menetapkan diberlakukannya pendidikan agama di sekolah-sekolah umum, yang
sifatnya fakultatif dengan ketentuan-ketentuan yang antara lain berbunyi: Pada
sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama, orang tua murid berhak menentukan
apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut atau tidak.
Perdebatan tentang orang tua
murid berhak menentukan apakah akan mengikuti pelajaran tersebut hingga saat ini terus berlangsung, bahkan lebih
ektrim lagi tidak perlu PAI diajarkan disekolah, karena orang tualah yang
bertanggung jawab. Pendapat tersebut adalah keliru, karena keterbatasan orang tua membimbing
anaknya. Karenanya tanggung jawab lembaga pendidikan menurut UUSPN dan UUGD
sangat jelas dan tegas untuk pengehasilkan peserta didik yang mempunyai Imtaq
dan ahli dibidangnya.
2.
Aspek Filosofis
Dalam aspek filosofis
pendidikan agama Islam telah memberikan landasan filosofis antara lain
secara epistimologis dan aksilogis.
Pendidikan Agama Islam pada
taran filosofis adalah kajian filosofis terhadap hakekat pendidikan agama Islam
yang dibahas dalam bidang ilmu filsafat pendidikan Islam, yang dibahas secara
mendalam, mendasar, sistematis, terpadu, logis, menyeluruh serta universal yang
tertuang atau tersusun ke dalam suatu bentuk pemikiran atau konsepsi sebagai
suatu sistem.
Pendidikan Agama Islam pada
tataran epistimologis ialah kajian ilmiah terhadap konsep dan teori Pendidikan
Islam yang dibahas dalam bidang ilmu
pendidikan Islam yang membahas tentang seluk-beluk pendidikan Islam
Sistem pendidikan Islam yang
mencakup tentang pandangan Islam terhadap manusia, konsep dasar pendidikan
Islam, hakekat sistem pendidikan Islam. Pelaku pendidikan Islam, yang
mencakup tentang pendidik dalam pendidikan Islam, dan peserta didik dalam
pendidikan Islam. Komponen-komponen dasar pendidikan Islam, yang mencakup
tentang dasar pendidikan Islam, tujuan pendidikan Islam, kurikulum pendidikan
Islam, pendekatan dan komunikasi pembelajaran pendidikan Islam, metode dan
teknik pembelajaran dalam pendidikan Islam, media dan sumber pembelajaran
pendidikan Islam, evaluasi dalam pendidikan Islam, proses pembelajaran dalam
pendidikan Islam, managemen pendidikan Islam, dan lembaga pendidikan Islam.
Pendidikan Agama Islam pada
tataran aksiologis sebagaimana Muhaimin mengutip dari Tafsir (2004), ialah
pendidikan agama Islam (PAI) yang dibakukan sebagai nama kegiatan mendidik
agama Islam. PAI sebagai mata pelajaran seharusnya dinamakan “Agama Islam”,
karena yang diajarkan adalah agama Islam, bukan pendidikan agama Islam. Namun
kegiatannya atau usaha-usaha dalam mendidikan agama Islam disebut sebagai PAI.
Karena “pendidikan” ini ada pada dan mengikuti setiap mata pelajaran. Dalam hal
ini PAI sejajar atau sekategori dengan pendidikan Matematika (nama mata
pelajarannya adalah Matematika), pendidikan olah raga (nama mata pelajarannya
adalah olah raga), pendidikan biologi (nama mata pelajarannya adalah olah
biologi) dan seterusnya.
Karena pada tataran
aksiologis, relitas keberadaan pendidikan agama Islam di sekolah umum
di Indonesia dilaksanakan di bawah kontrol kebijakan politik pemerintah, maka
tujuan pendidikan agama Islam dirancang
oleh pemerintah untuk mencapai tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia yang
disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan sosio-politik dan dinamika
perkembangan budaya dan keberagamaan masyarakat Indonesia.
3. Aspek Yuridis
a. Pada perubahan kedua UUD 1945
pasal 28 C (1): Setiap orang berhak mengembangkan diri
melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya,
berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan
dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan koalitas hidupnya
dan demi kesejahteraan umat manusia.
b.
Dalam UU No. 4 Tahun 1950 jo No. 12 Tahun 1954, Kebijaksanaan
pemerintah hanya sekedar memfasilitasi diadakannya pendidikan agama (pendidikan
Agama Islam bagi peserta didik yang beragama Islam) di sekolah-sekolah negeri,
belum merupakan kebijaksanaan yang diwajibakan oleh pemerintah, karena orang
tua murid berhak menetukan apakah anaknya akan diberikan pejajaran Pendidikan
Agama Islam atau tidak.
c.
Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam
di sekolah umum ditetapkan sebagai mata pelajaran wajib diberikan pada
Sekolah Rakyar (SR) sampai Sekolah Menengah Atas (SMTA) dan Perguruan Tinggi
diputuskan dan ditetapkan dalam sidang pleno MPRS bulan Desember 1960, kemudian
menjadi Undang-Undang Pendidikan Nomor 12 Tahun 1962 yang menjelaskan. antara
lain: bahwa pendidikan Agama diajarkan di sekolah-sekolah umum, mulai dari
sekolah dasar sampai ke Perguruan Tinggi.
d.
Kemudian baru dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 2
Tahun 1989 pasal 39, ayat 2 dinyatakan isi kurikulum setiap jenis, jalur
jenjang pendidikan wajib memuat: Pendidikan Agama, b. Pendidikan Pancasila dan
c. Pendidikan kewarga negaraan. Kemudian
selanjutnya dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003
dinyatakan pula hal yang sama, dan dipertegas pada pasal 37, ayat 1 dan 2 yang
menyakatan: Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak: a.
mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diberikan
oleh pendidik yang seagama.
Posting Komentar untuk "PAI di Sekolah (2) - Landasan PAI di sekolah"